Malaria
1 Pengertian
Penyakit malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh plasmodium dan disebarkan oleh nyamuk Anopheles
yang dapat menyerang semua orang, baik laki-laki atau perempuan, pada
semua golongan umur, dari bayi, anak-anak dan orang dewasa. Penyakit ini
umumnya menyerang orang-orang di pedesaan khususnya penduduk yang
tinggal di daerah yang terdapat habitat yang sesuai dengan kebutuhan
hidup nyamuk untuk berkembangbiak (Depkes RI, 1995).
2 Gejala Klinis :
Penyakit malaria secara umum dikenali berdasarkan gejala-gejalanya, dengan gejala utama yang sering terlihat adalah :
- Demam
- Menggigil secara berkala
Gejala klinis utama tersebut sering diikuti oleh gejala klinis lainnya, antara lain :
- Badan lemas, pucat dan berkeringat
- Nafsu makan menurun
- Mual-mual dengan diikuti dengan muntah
- Sakit kepala yang berat dan terus menerus
- Pembesaran limpa pada penderita kronis,
- Kejang-kejang dan penurunan kesadaran sampai koma pada penderita malaria berat
- Mencret
dan anemia merupakan gejala yang sering muncul pada anak-anak, makin
muda usia anak makin tidak jelas klinisnya, namun diare dan pucat karena
kekurangan darah serta adanya riwayat kunjungan ke atau berasal dari
daerah malaria merupakan gejala yang menonjol.
Gejala
klasik malaria merupakan suatu paroksisme terdiri atas tiga stadium
(stadium dingin atau cool stage; stadium demam atau hot stage; stadium
berkeringat atau sweating stage). Ketiga stadium ini akan berlangsung
secara berurutan pada penderita yang berasal dari daerah endomis. Pada
penduduk di daerah endemis malaria, ketiga gejala klinis di atas tidak
berurutan dan bahkan tidak semua stadium ditemukan pada penderita.
2.1 Stadium Dingin
Stadium
ini dimulai dengan badan menggigil dan perasaan sangat dingin, gigi
gemeretak dan penderita biasanya menutupi segala macam pakaian dan
selimut yang tersedia. Nadi cepat tetapi lemah, bibir dan jari-jemarinya
pucat kebiru-biruan dan sianotik. Kulit kering dan pucat, penderita
mungkin muntah dan pada anak-anak sering terjadi kejang. Stadium ini
berlangsung antara 15 menit sampai 1 jam.
2.2 Stadium Demam
Setelah
merasa kedinginan pada stadium ini penderita merasa kepanasan. Muka
merah, kulit kering dan tersa sangat panas seperti terbakar, sakit
kepala menjadi-jadi dan mual serta muntah sering terjadi. Nadi menjadi
kuat kembali, biasanya haus dan suhu badan dapat meningkat 41° atau lebih. Stadium ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam.
2.3 Stadium Berkeringat
Pada
stadium ini penderita berkeringat banyak sekali sampai-sampai tempat
tidurnya basah. Suhu badan menurun dengan cepat, kadang-kadang sampai di
bawah suhu normal. Penderita biasanya dapat tidur nyenyak, pada saat
bangun tidur badan terasa lemah, tetapi tidak ada gejala lain. Stadium
ini berlangsung antara 2 sampai 4 jam. Gejala-gejala yang disebutkan di
atas tidak selalu sama pada setiap penderita, tergantung pada spesies parasit dan umur penderita (Depkes RI, 1993).
3 Siklus Hidup Plasmodium dan Masa Inkubasi
3.1 Siklus Hidup Plasmodium
Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu manusia dan nyamuk anopheles betina.
1. Siklus pada manusia
Pada waktu nyamuk anopheles infektif menghisap
darah manusia, sporozoit yang berada di kelenjar liur nyamuk akan masuk
ke dalam peredaran darah selama lebih kurang ½ jam. Setelah itu
sporozoit akan masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati.
Kemudian berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000-30.000
merizoit hati (tergantung spesiesnya).
Siklus ini disebut siklus ekso-eritrositer yang berlangsung selama lebih kurang 2 minggu. Pada P.
vivax dan P. ovale, sebagian tropozoit hati tidak langsung berkembang
menjadi skizon, tetapi ada yang menjadi bentuk dorman yang disebut
hipnozoit. Hipnozoit tersebut dapat tinggal di dalam sel hati
berbulan-bulan sampai bertahun-tahun. Pada suatu saat bila imunitas
tubuh menurun, akan menjadi aktif, sehingga dapat menimbulkan relaps
(kambuh).
Merozoit
yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke peredaran darah
dan menginfeksi sel darah merah. Di dalam sel darah merah, parasit
tersebut berkembang dari stadium tropozoit sampai skizon (8-30 merozoit,
tergantung spesiesnya). Proses perkembangan aseksual ini disebut
skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi (skizon) pecah dan
merezoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus
ini disebut siklus eritrositer.
Setelah
2-3 siklus skizogoni darah , sebagian merozoit yang menginfeksi sel
darah merah dan membentuk stadium seksual (gametosit jantan dan betina).
2. Siklus pada nyamuk Anopheles betina
Apabila nyamuk Anopheles betina
menghisap darah yang mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet
jantan dan betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot berkembang
menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Pada dinding
luar lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista selanjutnya menjadi
sporozoit. Sporozoit ini bersifat infektif dan siap menularkan ke
manusia.
3.2 Masa Inkubasi
Masa
inkubasi adalah rentan waktu sejak sporozoit masuk sampai timbulnya
gejala klinis yang ditandai dengan demam. Masa inkubasi bervariasi
tergantung spesies Plosmodium.
Tabel 3.2. Masa Inkubasi Parasit Malaria
Parasit
|
Masa Inkubasi (hari)
|
Plasmodium Falcifarum
|
9-14(12)
|
Plasmodium Vivax
|
12-17(15)
|
Plasmodium Ovale
|
16-18(17)
|
Plasmodium Malariae
|
18-40(28)
|
4 Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Malaria
Penyebaran
penyakit malaria pada dasarnya sangat tergantung dengan adanya hubungan
interaksi antara 3 faktor dasar epidemiologi, yaitu agent (penyebab
malaria), host (manusia dan nyamuk), dan environment (lingkungan).
Parasit malaria atau plasmodium merupakan penyebab penyakit malaria.
Untuk kelangsungan hidupnya parasit malaria tersebut melalui 2 siklus
yang terdiri dari siklus aseksual dalam tubuh manusia (host
intermediate) dan siklus seksual dalam tubuh nyamuk Anopheles
(host definitive). Untuk perkembang biakan nyamuk Anopheles sebagai
vector penular penyakit malaria diperlukan kondisi habitat/lingkungan
yang sesuai dengan kebutuhan hidup nyamuk. Lingkungan dapat ditinjau
sebagai lingkungan fisik, lingkungan kimiawi, lingkungan biologi dan
lingkungan sosial budaya.
4.1 Agent (Penyebab Malaria)
Penyebab
malaria adalah genus Plasmodia, family Plasmodidae dan order
Coccidiidae. Sampai saat ini di Indonesia dikenal 4 macam (spesies)
parasit malaria, yakni :
- Plasmodium falcifarum penyebab tropika yang sering menyebabkan malaria yang berat/malaria otak dengan kematian
- Plasmodium Vivax penyebab malaria tertiana
- Plasmodium Malariae penyebab malaria quartana
- Plasmodium Ovale jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan Pasifik Barat.
Seorang penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis Plasmodium. Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Infeksi campuran biasanya terdapat di daerah yang tinggi angka penularannya, biasanya infeksi campuran terdiri antara P. Falcifarum dengan P. Vivax atau P. Malariae (Depkes RI, 1993)
4.2 Host (Manusia dan Nyamuk)
Manusia disebut juga human reservoir atau sebagai sumber penular apabila di dalam darahnya banyak mengandung Plasmodium (gametosit). Penularan malaria terjadi apabila vector (nyamuk Anopheles)
menggigit manusia yang dalam darahnya banyak mengandung gametosit. Di
dalam tubuh nyamuk gametosit akan berkembang menjadi gamet jantan dan
betina lalu melebur menjadi zigot. Dari zigot menbentuk ookinet lalu
ookista. Ookista pecah menghasilkan sporozoit kemudian menetap di
kelenjar ludah nyamuk. Selanjutnya bila nyamuk menggigit manusia maka
sporozoit akan masuk ke dalam darah manusia dan berkembang menjadi
gametosit.
· Manusia (Host Intermediate)
Faktor-faktor pada manusia yang berpengaruh terhadap kejadian malaria, antara lain :
1. Ras atau suku bangsa
Penduduk
Afrika yang kadar haemoglobin S (Hb S) nya cukup tinggi ternyata lebih
tahan terhadap infeksi P. Falciparum. Penyelidikan terakhir menunjukan
bahwa Hb S dapat menghambat perkembangbiakan P. Falciparum baik sewaktu
invasi sel darah merah maupun sewaktu pertumbuhannya. Hb S terdapat pada
penderita dengan kelainan darah yang merupakan penyakit
turunan/herediter yang disebut sickle cell anemia, yaitu suatu kelainan
yang berupa perubahan bentuk sel darah merah karena penurunan tekanan
oksigen udara (Depkes RI, 1993)
2. Kurangnya suatu ensim tertentu
Kurangnya
ensim glukosa 6 fosfat dehidrogenase (G6PD) dapat memberikan
perlindungan terhadap infeksi P. falciparum yang berat. Kekurangan enzim
G6PD ini merupakan penyakit keturunan dengan manifestasi utama pada
pria (Depkes RI, 1993).
3. Kekebalan/Immunitas
Kekebalan
pada penyakit malaria dapat didefinisikan sebagai adanya kemampuan
tubuh manusia untuk menghancurkan plasmodium yang masuk atau membatasi
perkembang biakannya/jumlahnya.
Ada 2 macam kekebalan :
- Kekebalan alamiah (natural immunity), adalah kekebalan yang timbul tanpa memerlukan infeksi lebih dahulu.
- Kekebalan didapat (acquired immunity), terdiri dari kekebalan aktif (active immunity)
yang merupakan penguatan dari mekanisme pertahanan tubuh sebagai akibat
infesi sebelumnya atau dari vaksinasi, serta kekebalan pasif atau
kekebalan bawaan (congenital immunity), yakni pemindahan anti
bodi atau zat-zat yang berfungsi aktif dari ibu kepada janinnya atau
melalui pemberian serum dari seseorang yang kebal penyakit (Depkes RI,
1993).
4. Umur dan jenis Kelamin
Perbedaan
angka kesakitan malaria pada laki-laki dan wanita atau pada bebagai
golongan umur sebenarnya disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti
pekerjaan, pendidikan, perumahan, migrasi penduduk, kekebalan dan
lain-lain (Depkes RI, 1993).
4.3 Environment (Lingkungan)
Faktor lingkungan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap kejadian malaria di suatu daerah.
Lingkungan dapat dibedakan menjadi :
4.3.1 Lingkungan Fisik
Faktor
lingkungan fisik sebagian besar berkaitan dengan aspek klimatologi,
seperti suhu udara, kelembapan udara, hujan, angina dan sinar matahari
(Depkes RI, 1993)
Kelembapan
udara yang rendah akan memperpendek umur nyamuk. Pada kelembapan 36%
merupakan angka paling rendah untuk kemungkinan terjadinya penularan
malaria. Kelembapan udara juga mempengaruhi kemampuan dan
kecepatanperkembangbiakan, kebiasaan menggigit dan waktu istirahat
nyamuk. Didaerah tropis kelembapan yang baik untuk perkembangbiakan Anopheles yaitu kurang dari 50% (Pampana F.J., 1969)
Hujan berhubungan dengan perkembangbiakan larva nyamuk menjadi bentuk dewasa. Nyamuk Anopheles akan berkembang biak dalam jumlah besar jika terjadi hujan dengan diselingi panas (Depkes RI, 1993).
Faktor yang turut menentukan jumlah kontak antara manusia yaitu kecepatan angina. Jarak terbang nyamuk sangat ditentukan oleh arah dan kecepatan angina. Jarak terbang nyamuk Anopheles kira-kira 1,5 km (Depkes, RI, 1993)
Sinar
matahari berhubungan erat dengan larva nyamuk. Pertumbuhan larva nyamuk
Anopheles akan lebih baik dengan adanya pengaruh sinar matahari (Depkes
RI, 1993)
4.3.2 Lingkungan Kimiawi
Lingkungan kimiawi yang berhubungan dengan nyamuk Anopheles adalah kadar garam dalam air. Air payau dengan kadar garam 12%-18% merupakan tampat yang baik untuk perkembangan nyamuk Anopheles. Bila kadar garam melebihi 40% tidak memungkinkan perkembangan nyamuk tersebut. Meskipun di Sumatera Utara. Anopheles ditemukan pula di dalam air tawar. Anopheles dapat hidup di tempat yang memiliki pH yang rendah (Depkes RI, 1993).
4.3.3 Lingkungan Biologik
Lingkungan
biologic yang dimaksud adalah terdapatnya flora dan fauna.
Tumbuh-tumnbuhan seperti bakau, lumut dan ganggang dapat mempengaruhi
kehidupan larva nyamuk, khususnya dalam memberikan perlindungan bagi
larva dari sinar matahari maupun serangan dari mahkluk hidup lain.
Populasi nyamuk di suatu daerah ditentukan juga oleh adanya berbagai
jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah, gambusia, nila, dan
mujair (Depkes RI, 1993)
4.3.4 Lingkungan Sosial Budaya
Lingkungan
sosial budaya yang berhubungan dengan kejadian malaria, meliputi
pandidikan, penghasilan, dan lamanya tempat tinggal di lokasi endemis
malaria. Tingkat pendidikan tidak berpengaruh secara langsung terhadap
kejadian malaria tetapi umumnya mempengaruhi jenis pekerjaan dan
perilaku kesehatan seseorang (Piyarat B, 1986).
Penghasilan
keluarga atau individu berpengaruh terhadap perilaku kesehatan dan
aspek kehidupan lainnya. Jika seseorang dengan penghasilan yang baik
mengetahui cara mencegah penyakit malaria dan memiliki sifat yang
positif akan bertindak untuk membeli kelambu guna mencegah gigitan
nyamuk atau memasang kawat kasa nyamuk pada ventilasi rumah (Piyarat B,
1986)
Lamanya
seseorang tinggal di daerah endemis malaria akan menyebabkan respon
imunitas terhadap parasit tertentu. Di lokasi transmigrasi PIR-I Arso
Irian Jaya terlihat bahwa transmigran yang berasal dari Jawa yang baru
tiba di lokasi dan tinggal di tempat tersebut kurang dari satu tahun
lebih banyak yang menderita malaria dibandingkan dengan transmigran asal
Jawa lainnya yang telah menetap lebih lama di tempat tersebut. (Jones
R.Trevor, 1994)
5 Nyamuk Anopheles (host definitive)
Hanya nyamuk Anopheles betina yang menghisap darah, karena darah diperlukan untuk pertumbuhan telurnya.
5.1 Perilaku Nyamuk Anopheles
1. Aktivitas nyamuk ini dipengaruhi oleh kelembaban udara dan suhu
2. Umumnya aktif menghisap darah manusia malam hari atau senja s/d dini hari
3. Jarak terbang 1-3 km (dapat dipengaruhi oleh angin)
4. Endofilik : suka tinggal dalam rumah/bangunan
5. Eksofilik : suka tingal di luar rumah/bangunan
6. Endofagik : suka mengigit dalam rumah
7. Eksofagik : suka menggigit diluar rumah
8. Antroprofilik : suka menggigit manusia
9. Zoofilik : suka menggigit binatang
5.2 Morfologi nyamuk Anopheles
1. Ukuran 4-13 mm
2. Bersifat rapuh
3. Bagian
kepala mempunyai probososis yaitu alat untuk menghisap darah (nyamuk
betina) sedangkan yang jantan dugunakan untuk menghisap bahan-bahan cair
4. Dikiri kanan proboscis terdiri atas 5 ruas dan sepasang antenna
5. Antena jantan berambut lebat, betina tidak
6. Bagian thoraks diliputi bulu halus yang berwarna putih/kuning (berbeda masing-masing spesies)
7. Sayap panjang/langsing dan mempunyai vena yang permukaannya ditumbuhi sisik-sisik yang letaknya mengikuti vena
8. Abdomen berbentuk silinser yang terdiri dari 10 ruas. Dua ruas terakhir berubah menjadi alat kelamin
5.3 Tempat perindukan nyamuk Anopheles
Tempat perindukan nyamuk penular penyakit malaria (Anopheles)
adalah di genangan-genangan air, baik air tawar atau air payau
tergantung dari jenis nyamuknya (Depkes RI, 1999). Pada daerah pantai
kebanyakan tempat perindukan nyamuk terjadi pada tambak yang tidak
dikelola dengan baik, adanya penebangan hutan bakau secara liar
merupakan habitat yang potensial bagi perkembangbiakan nyamuk An. Sundaicus dan banyaknya aliran sungai yang tertutup pasir (laguna) yang merupakan tempat perindukn nyamuk An. Sundaicus (Depkes RI, 2003).
Tempat perindukan nyamuk Anopheles ada 3 kawasan, yaitu pantai, pedalaman, dan kaki gunung/gunung
1. Di pantai : tanaman bakau, laguna, rawa, dan empang sepanjang pantai (Anopheles sundaicus)
2. Dikawasan padalaman yang ada di sawah, rawa, empang, dan saluran air irigasi (Anopheles aconicus,An. Nigerimus, An. Subticus, dan An. Barbirostris)
3. Dikawasan kaki gunung dengan perkebunan atau hutan (Anopheles balabacensus) dan daerah gunung (Anopheles maculates)
6 Pencegahan Malaria
a. Menghindari gigitan nyamuk
· Tidur memakai kelambu anti nyamuk yang tahan 2-5 tahun yang dapat dicuci sampai 20 kali
· Pakai obat anti nyamuk
· Pakai obat oles anti nyamuk
· Pasang kawat kasa disetiap ventilasi
· Menjauhkan kandang ternak dari rumah
· Apabila
keluar rumah sebaiknya memakai pakaian yang tertutup (menggunakan baju
lengan panjang atau memakai oabat anti nyamuk oles)
b. Membersihkan lingkungan
- Membersihkan lingkungan
- Menimbun genangan air
- Membersihkan lumut
- Mengalirkan air yang tergenang
- Menebarkan ikan pemakan jentik
Menekan kepadatan nyamuk dengan menebarkan ikan pemakan jentik : kepala timah, nila merah, gupi, mujair, dan lain-lain.
7 Pemberantasan Vektor
Pemberantasan vektor yang dilakukan di Indonesia meliputi penyemprotan rumah, penggunaan kelambu berinsektisida, biological control, larviciding dan pengelolaan lingkungan.
1. Penyemprotan Rumah
a. Jawa-Bali dan Barelang Binkar : penyemprotan dilakukan di desa high case incidence (HCI) dengan penularan setempat (ditemukan kasus indigenous)
b. Di
luar Jawa-Bali : penyemprotan diprioritaskan pada desa yang rawan KLB,
desa tranmigrasi T1 dan T2. Disamping itu desa-desa prioritas lain
dengan PR >3%. Seperti lokasi pencetakan sawah baru, PIRBUN, HTI,
pertambangan, pengembangan perikanan/tambak uadang, desa tertinggal,
wilayah pengembangan pariwisata dan desa wilayah resistensi Plasmodium falcifarum.
c. Penyemprotan dilakukan 2 kali setahun, minimal dilakukan dua tahun berturut-turut.
d. Penyemprotan dihentikan bila PR sudah kurang dari 2% dan PCD sudah berjalan dengan baik (Depkes RI, 1993)
2. Penggunaan Kelambu
Penggunaan
kelambu dalam program pengendalian malaria adalah dalam rangka
melindungi masyarakat dari gigitan nyamuk untuk mencegah terjadinya
penularan malaria. Terdapat beberapa cara untuk menghindari gigitan
nyamuk, antara lain menggunakan kelambu, korden, hammock, trap dan bahan
lainnya. Kelambu dapat digunakan untuk melindungi individu dan
masyarakat (Setyaningrum, 1997) dan terbukti efektif dalam
menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat malaria serta
dapat mengurangi penularan malaria jika dipergunakan dalam skala besar
(WHO,1993). Penggunaan kelambu akan menghindari terjadinya kontak
langsung antara nyamuk dengan manusia (WHO.1995)
Kepatuhan
masyarakat untuk menggunakan kelambu sangat dipengaruhi oleh faktor
perilaku si pengguna. Kepatuhan berhubungan dengan prilaku, dipandang
dari segi biologis perilaku manusia adalah suatu kegiatan atau aktifitas
yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. menurut Notoatmojo, 1993
prilaku adalah respon seseorang terhadap stimulus dari luar subyek yang
bisa diamati secara langsung oleh orang lain berupa tindakan nyata, atau
tidak bisa diamati langsung, misalnya berfikir, tanggapan atau sikap
batin serta pengetahuan.
3. Biological Control
Penebaran
ikan pemakan jentik dilakukan di daerah malaria yang terdapat tempat
perindukan vector potensial, airnya permanent dan cocok untuk berkembang
biak ikan pemakan jentik.
4. Larviciding
· Desa dengan PR >3% dan telah dilakukan pemetaan tempat perindukan potensial dan dapat dijangkau dengan larviciding
· Tempat perindukan tidak terlalu luas dengan batas yang tegas
· Bukan tempat perindukan yang kecil-kecil dan menyebar
· Jarak tempat perindukan dengan pemukiman penduduk masih dalam jarak terbang vector (2 km)
· Waktu (bulan) potensial tempat perindukan diketahui
· Larviciding
dilakukan setiap 2 minggu selama tempat perindukan petensial, ditandai
dengan adanya jentik positif (Depkes RI, 1993)
5. Pengelolaan lingkungan
· Pembersihan lumut di kolam atau genangan air
· Pembersihan semak-semak di pinggir sungai
· Membut saluran atau menimbun tempat perindukan (Depkes RI, 1993)
8 Pengobatan Penderita
· Pengobatan malaria klinis : pengobatan penderita malaria berdasarkan diagnosa klinis tanpa pemeriksaan laboratorium.
· Pengobatan
radikal : pengobatan penderita malaria berdasarkan diagnosa secara
klinis dan ditindak lanjuti dengan pemeriksaan laboratorium sediaan
darah
· Pengobatan
MDA (mass drug administration) : pengobatan massal pada saat terjadi
kejadian luar biasa (KLB) malaria, mencakup .8% jumlah penduduk daerah
KLB
· Profiklasis : pengobatan pencegahan dengan sasaranwarga tranmigrasi, ibu hamil di daerah endemis malaria (Depkes RI, 1993).
Daftar Pustaka
Gunawan S. 2000. Epidemiologi Malaria, dalam ; Harijanto, P, N. Epidemiologi Malaria, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta.
|
Indah Fitri Andini. 2007. Gambaran Pengetahuan Dan Pendidikan Ibu Tentang Penyakit Malaria Pada Balita Di Puskesmas Pasar Ikan Bengkulu. Politeknik Kesehatan Jurusan Kebidanan. Bengkulu
Kalangie, S. Nico. 1994. Kebudayaan Dan Kesehatan. PT. Kesaint Blance Indah Corp. Jakarta
Lumingkewes, Lexi. 1992. Pengaruh Faktor Pendidikan Sosial Budaya dan Motivasi Masyarakat Terhadap Penerimaan Program KB di Manado. Ilmu Kesehatan Dan Program Pasca Sarjana UGM.
Notoadmojo, Soekijo. 1993. Pengantar Ilmu Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Bumi Aksara. Bandung.
Notoadmojo S & Sarwono Solita. 1995. Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Jakarta.
Notoadmojo Soekijo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Penerbit Rineka Cipta. Jakatra
Piyarat Butraporn. 1986. Social
Behavioural Housing Factors And Theirs Intractive Effect Associated
With Malaria Occurance In East Thailand, South East Asian Journal
Medicine Publich Health.
Russell F. Paul et al. 1963. Practical Malariology, London Oxford University Press. New York-Toronto.
Setyaningrum, Endah. 1997. Prevalensi Malaria Pada Anak-Anak di Beberapa SD Padang Cermin Lampung Selatan. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia.
Schlesselman J. James. 1982. Case Control Studies-Design, Conduct, Analisyis, Oxford University Press. New York.
Soemirat Juli. 2004. Kesehatan Lingkungan. Penerbit Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Suharmasto. 2000. Faktor
Lingkungan dan Prilaku Yang Berhubungan Dengan Kejadian Malaria Di
Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Tanjung Lengkayap dan Tanjung Karet
Kabupaten Oku. Program Magister Epidemiologi. Program Pasca Sarjana, Universitas Indonesia. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar